Herd Immunity Adalah Solusi Saat Pandemi Covid-19? - LIAWISATAKalau terkait dengan ‘kelambanan kita dalam kemampuan untuk memulihkan kondisi ekonomi kebangsaan’, mungkin tidak terlalu aneh. Sejumlah data, bisa menunjukkan hal ini, yakni kita adalah bangsa yang butuh waktu lebih dari orang lain, untuk bisa pulih kembali ke status normal. Jika tidak sadar pada situasi ini, maka yang akan terjadi adalah frustasi dan depresi.

Pertama, Negara lain bisa cepat pulih dari krisis moneter yang terjadi tahun 1999-an. Brunai  bangkit, Malaysia bangkit, Thailand bangkit, Singapura bangkit. Mereka butuh 2-3 tahun untuk memulihkan kondisi ekonomi dari dampak krisis. Indonesia butuh tiga presiden, dan kondisi belum pulih utuh. Indikatornya sederhana, rupiah masih di atas IDR 10.000.

infografik periksa data krisis ekonomi
Gambar dikutip dari https://tirto.id/negara-negara-yang-paling-terpuruk-saat-krisis-ekonomi-asean-csSK

Kedua, agak mundur jauh dikit. Akibat perang dunia kedua, Jepang bisa pulih cepat dari kehancuran. Begitu pula negara-negara tetangga lainnya di sekitar Asia. Indonesia, butuh puluhan tahun, untuk bisa berdiri sendiri, bahkan masih sempoyongan oleh ‘gangguan ekonomi global’. Faktanya, bisa dilihat hari ini.

Ketiga, jika Wuhan bisa pulih dengan cepat, Slovenia bisa kembali normal dengan cepat, akankah Indonesia, bisa pulih dengan cepat ?

Kegalauan mulai muncul di benak bangsa ini. Bayangan kegagalan PSBB, serupa dengan  kegagalan India dalam melockdown negaranya, kiranya sudah mulai membayang di hadapan mata. Pertanyaan kita, apakah kita terlahir sebagai bangsa yang tidak mampu menjalankan titah Soekarno, bisa melakukan sesuatu secara tuntas “dalam tempo yang sesingkat-singkatnya” ?

Bila hari ini, sudah terbayang untuk melakukan pelonggaran PSBB dengan alasan karena grafik menurun adalah normal dan mudah dipahami. Tetapi, bila kita menerapkan herd immunity, karena negara sudah tidak mampu bertahan, di sini ada pertanyaan besar terhadap ketahanan negara ini !

Mengapa herd immunity menjadi salah satu opsi dalam benak kita ?

Alasan rasional, bila kita memiliki keyakinan bahwa rakyat kita memiliki ketahanan ekonomi, kekebalan tubuh serta budaya hidup yang tangguh dalam menjalani agenda herd imunity. Aspek ini, jauh lebih kompleks dan abstrak dibandingkan dengan melakukan analisis ketahanan ekonomi untuk mengambil keputusan PSBB atau lockdown.  Kekuatan ekonomi itu bisa dihitung, atau dikalkulasi, berapa lama kita bisa bertahan. Ini adalah hitungan rasional, kuantitatif dan material. Banyak ahli bisa mengukur dan memberikan penilaian terhadap kondisi ini.

Sementara untuk kebijakan herd-immunity, membutuhkan analisis yang tajam dan kuat, mengenai potensi ketahanan fisik atau antibody individu rakyat kita. Hemat kata, masalah ini, sangat abstrak, dan kompleks. Jika kita salah duga, maka yang ada bukan dimaksudkan untuk melawan Covid-19, melainkan dimakan Covid-19. Setuju.  Roda ekonomi dan ketahanan ekonomi jangan terganggu, tetapi adaptasi terhadap situasi ‘perang’ membutuhkan persiapan yang matang.

Janganlah, rakyat di suruh maju ke medan perang, disaat sudah mengalami kelelahan akibat hidup yang dijalani selama ini !

Alasan emosional. Tetapi alasan ini pun, rasional, mudah dipahami. Artinya jika kita tidak kuat melawan, maka serahkan saja pada individu masing-masing. Biarkan rakyat, secara perorangan untuk ‘menghadapi’ situasi yang akan terjadi. Hal ini, dilakukan dan dikedepankan, karena alasan emosional, yakni adanya ketidakberdayaan secara struktural dan institusional dari negara dalam mengendalikan pandemic kali ini.

Lantas, apa yang bisa dilakukan, jika kedua solusi itu, tidak mau kita terapkan saat ini ?

Kuncinya adalah kehati-hatian. Rakyat hendaknya hati-hati dalam merespon kebijakan, dan lingkungan. Ubah gaya hidup, dan kendalikan perilaku diri sendiri. Karena, hanya dengan serupa inilah, langkah new normal life yang diteriakkan pemerintah, bisa berjalan dengan baik. Pemerintah pun hendaknya berhati-hati, menjadi arus keluar masuk manusia. Kedisiplinan dalam hal ini, akan menjadi kunci awal dalam melawan virus ini.

Terlalu lama dalam pembatasan aktivitas, akan menyebabkan beban ekonomi yang berat, dan memberatkan. Karena itu, rasa-rasanya, kita harus keluar dari dilema ini.

Tetapi, di luar semua hal itu, Pemerintah hendaknya SATU SUARA, pusat dan daerah SATU SUARA, elit politik dan elit sosial, SATU SUARA, dan Pemerintah dan Rakyat pun SATU SUARA. Jika ada yang tidak tegas, maka potensi perlawanan terhadap kebijakan akan terjadi di akar rumput !

Tahun 1945. Indonesia berhasil ke luar dari krisis politik. Tahun 1955. Indonesia pun berhasil. Demikian pula di tahun 1997.  Mental perjuangan kita, sejatinya sangat kuat, Bila kita bersatu !!